
Akasia And The Secret Door (Bagian 3)
Akasia baru saja tiba di Stasiun Gambir, begitu
Laki – laki berseragam kerja itu melangkah dengan tergesa, masuk kedalam salah satu stasiun yang dindingya sebagian terpasang keramik warna krem. Ia menghentikan langkahnya ketika tiba di gate-in stasiun tersebut. Men-tap-in kartu elektronik, yang ia genggam di tangan kanannya sedari turun dari ojek online sebelum masuk kedalam stasiun ini.
Setelah bunyi tanda gate terbuka, laki-laki itu pun kemudian melanjutkan langkahnya, menaiki tangga lalu sampai di ruang tunggu peron stasiun, ia menunggu di peron satu tempat dimana kereta komuterline tujuan akhir stasiun bogor biasa lewat.
Ia pandangi sekitar area tunggu ini tampak cukup penuh sesak orang – orang yang yang sebagian besar karyawan yang baru pulang kerja. Tak heran sebab saat ini masuk salah satu jam “sibuk” dimana untuk memasuki pintu kereta saja membutuhkan efort yang keras, sekeras olahraga rughby.
Selintas laki-laki itu teringat akan artikel yang pernah dibacanya satu waktu, yaitu tentang orang-orang yang punya tugas khusus hanya untuk mendorong penumpang yang akan masuk kedalam kereta dengan aman. “oshiya” sebutan para pekerja itu, yang ada di jepang sana,”Jakarta mestinya ada oshiya juga, hehe…” gumam laki-laki itu.
Laki-laki itu, tak melewatkan kesempatan untuk memposisikan duduk di bangku pipa besi setinggi kira-kira tujuh puluh centi yang di cat abu-abu muda, begitu terlihat ada satu celah kosong untuk ditempati, yaitu posisi paling pinggir.
“Kereta komuterline tujuan stasiun akhir bogor akan masuk sesaat lagi di peron satu, kepada calon penumpang harap hati-hati dan kami himbau untuk tidak melewati garis pembatas rel, terimkasih..” Suara annoucer laki-laki terdengar dari pengeras suara stasiun.
Diliriknya penunjuk digital smartwatch hitam miliknya itu tampak menunjukan angka 17.10. Lalu, ia posisikan tas ransel biru navi kedepan dada, membuka resleting bagian paling kecil di sisi depan tas ranselnya tersebut, mengambil earphone wireles quite control 30 dari dalam kemudian menutup lagi resleting nya.
Dalam posisi duduk, sesasat setelah ia memasangkan earphone serta menyalakan bluetoth di smart phone miliknya, ia lihat persis di arah jam dua belas, seorang perempuan berambut lurus hitam panjang sepuluh centi dibawah bahu yang mengenakan blazer kerja warna hijau toska dan rok pendek selutut warna senada. Yang sedikit terhuyung ke belakang, nyaris kehilangan keseimbangan karena gagal masuk gate komuterline yang baru saja tertutup, penyebabnya mungkin karena high heels setinggi kira-kira 8 centi warna pastel yang ia kenakan.
Tadinya, laki-laki itu sudah bersiap untuk menangkap si perempuan kalau-kalau sebelum terjatuh, persis seperti adegan-adegan di film drama kebanyakan. Namun, karena perempuan itu berhasil menyeimbangkan kembali berdirinya, maka laki-laki itu tetap pada posisi duduknya, yang kali ini sambil membuka playlist musik online warna paduan hijau-hitam di handphone nya. Dan seketika ia pijit tombol play.
Slow down, the world isn’t watching us break down
It’s safe to say we are alone now, we’re alone now…
Bait awal sebuah lagu terdengar cukup kencang dari kedua earphone laki-laki itu. ia menoleh kearah kiri nya, ia lihat kali ini si perempuan yang barusan hampir jatuh itu telah duduk di bangku besi berjarak tiga meteran dari sisi kirinya.
Ia perhatikan perempuan itu, mengeluarkan roti sandwich dari bungkus platik sebuah minimarket yang di tentengnya, juga sebuah kopi yang ia genggam di tangan kiri. Kini, perempuan itu sibuk menyantap roti sandwichnya.
Pandangan laki-laki itu menerawang jauh seketika, sesaat setelah kereta komuterline bergerak maju kedepan, menyisakan bunyi decit roda baja yang beradu dengan rel. Dan masih tenggelam dalam alunan lagu yang ia dengarkan.
Not a whisper, the only noise is the receiver
I’m counting the seconds until you break the silence
So please just break the silence…
Terkadang ada hal-hal disekitar kita yang tanpa sengaja mengingatkan pada sebuah rekam memori atau ingatan-ingatan tertentu. Baik itu benda, sebuah tempat, lagu, jalanan atau hal-hal lainnya yang mengingatkan kita akan kenangan tersebut. Bagi laki-laki ini, tempat serta lagu yang ia dengarkan saat ini seketika melempar ingatannya ke satu momen tertentu. sebuah ingatan bersama seorang gadis yang ia cintai selama dua tahun belakangan ini.
The whispers turn to shouting
The shouting turns to tears
Your tears turn into laughter
And it takes away our fears….
“Apakah kamu ingat, kyora? Disini dan lagu yang kita sering dengarkan bersama sambil menunggu datangnya kereta, ya. Aku lagi disini sekarang, dengerin lagu favorit kita. Namun bedanya, enggak ada kamu disamping aku sekarang.”
Sesekali laki-laki itu menoleh ke kanan, yang tampak duduk disebelahnya ibu-ibu bertubuh cukup beirisi dengan hijab biru satin yang ia kenakan, serta bapak-bapak plontos kemeja kotak-kotak maroon. Juga paling ujung sisi kanan, pemuda bermata sipit rambut belah pinggir klimis, dengan kacamata minus tebal berframles hitam.
Beberapa menit kemudian, tampak terdengar sama suara anouncer laki-laki di pengeras suara, disusul sesaat kemudian decit deru roda baja yang mengerem lalu sebuah kereta tampak akan segera berhenti dihadapannya. Semua suara-suara di sekelilingnya itu hanya terdengar samar, bahkan nyaris tak terdengar sebab, performa earphone milik si pria itu seolah mampu meredam kebisingan suara-suara, selain suara dari lagu yang ia dengarkan dengan volume cukup kencang.
Ekor mata kirinya menangkap sebuah gerakan, terlihat si perempuan blazer hijau toska itu bangkit dari duduk dengan sandwich yang hampir habis juga segelas kopi di genggamannya itu. anehnya, tatapan perempuan itu seolah kosong, seperti ragu-ragu antara ingin melangkah mendekat ke pintu kereta, atau tidak. Sebuah keragu-raguan yang seolah tampak dibayangi sebuah ingatan.
“Ah, Mungkin tempat ini, atau mungkin kereta mengingatkannya akan sebuah kenangan.” Terka si lelaki.
Sepersekian menit kemudian, pintu kereta kembali tertutup. Tampak dari kaca-kaca penumpang di dalam berdesakan memenuhi kereta komuterline itu.
Tujuan laki-laki itu sebetulnya dalah stasiun cilebut, dari sana nanti ia akan menajutkan perjalanan kerumah seorang gadis yang sangat ia cintai yang baru saja terlintas di ingatannya. Sebuah komplek perumahan yang berjarak tidak jauh dari stasiun.
Perempuan itu tampak duduk kembali keposisi semula sedangkan si lelaki masih sibuk membenamkan ingatannya pada sebuah kereta komuterline yang baru saja lewat.
“Apakah perjalanan kereta-kereta ini seperti perjalanan hidup, kyora. Seperti katamu sepuluh hari lalu. Bahwa setiap perhentiannya adalah fase dimana manusia tumbuh dan bergerak bersama waktu, dari lahir , balita remaja kemudian dewasa lalu tua. Dan di stasiun atau perhentian berikutnya kereta ini terus melaju sampai stasiun akhir. sedangkan kematian hanya salah satu fase dari perjalanan hidup, layaknya perjalanan kereta ini.” Laki-laki itu teringat sabuah percakapan dengan kekasihnya beberapa hari yang lalu.
Tak lama kemudian, kereta tujuan akhir stasiun bogor kembali berhenti dihadapannya, ia refleks menoleh kearah kiri. Dilihatnya si perempuan yang kali ini mencoba mengambil langkah dan maju perlahan mendekat ke pintu kereta. Namun, karena badannya yang mungil dan sengitnya persaingan di depan pintu kereta ini, gagal membuat perempuan itu masuk, ia terlihat tersingkirkan oleh beberapa penumpang lain yang menerobos secara militan, meninggalkan gadis itu yang kini berdiri mematung di peron satu. Serta pelan-pelan pintu kereta tertup dan melaju kembali.
Perempuan itu membalikan badan, melihat kursi tunggunya tadi telah diisi orang lain, maka ia berjalan sedikit ke kiri, berhenti di sisi tempat sampah berbahan plastik, menyesap habis kopi yang ia genggam lalu meremas bungkusannya dan membungnya kedalam tempat sampah, juga bungkusan sandwich yang telah habis ia santap. Kemudian bersandar di salah satu tiang pipa besi penyangga atap.
So you see, this world doesn’t matter to me
I’ll give up all I had just to breathe
The same air as you till the day that I die
I can’t take my eyes off of you…..
And I’m longing, for words to describe how I’m feeling
I’m feeling inspired
My world just flip turned upside down
It turns around, say what’s that sound
It’s my heart beat, it’s getting much louder
My heart beat, is stronger than ever
I’m feeling so alive, I’m feeling so alive…
Laki-laki itu kembali mengalihkan pandangannya kedepan, memandang dua rel baja yang melintang panjang bersebelahan. Serta beberapa calon penumpang yang juga menunggu arah sebaliknya kereta.
Dan suara renyah john vesely, hampir memasuki bait terakhir lagu yang ia dengarkan, tanpa sadar ia telah mereplay lagu yang sama empat kali, berati ini kali kelima ia dengarkan.
So you see, this world doesn’t matter to me
I’ll give up all I had just to breathe
The same air as you till the day that I die
I can’t take my eyes off of you
So you see this world doesn’t matter to me
I’ll give up all I had just to breathe
The same air as you till the day that I die
I can’t take my eyes off of you…
Sesaat sebelum lagu selesai di bait akhir, tampak kereta lain tujuan akhir stasiun bogor berhenti di depannya, kali ini ia lihat kereta tampak tak begitu padat seperti kereta-kereta sebelumnya. Laki-laki itu beranjak dari duduk lalu berjalanan mendekat ke pintu kereta yang terbuka, lalu memposisikan duduk di kursi empuk warna biru, yang sepersekian detik kemudian si perempuan yang ia perhatikan saat menunggu kereta pun tampak memposisikan duduk di kursi persis di hadapannya.
Mereka beradu pandang. Sampai sebuah pesan whatsapp, mengalihkan pandangan si lelaki untuk mengecheck lalu membaca isi di dalamnya.
“Tahlil tujuh hari-an Kyora nanti dimulai ba’da isya Ndra. Kamu sudah di jalankah? Kabarin tante yah kalau sudah sampai stasiun cilebut, nanti tante suruh aldo untuk jemput kamu kerumah.” Isi whatsapp dari tante Hilda. Ibunda dari mendiang kekasihnya yang bernama Kyora.
Indonesian Randoms Bloggers.
Arungnadir.com adalah rumah yang saya bangun sebagai wadah untuk menuangkan segala hal yang ingin saya tulis tentang apapun yang saya sukai. Semoga dengan itu rumah ini bisa berbagi kebermanfaatan.
“Bagi Gue, Kehidupan seperti halnya kepingan-kepingan pudzle yang dititipkan Tuhan untuk kita susun satu demi satu hingga kepingan tersebut menjadi satu bagian utuh. Dan ketika susunan pudzle itu telah sempurna, selalu ada pudzle lainnya yang menunggu untuk kita tuntaskan.”
Akasia baru saja tiba di Stasiun Gambir, begitu
Tring….. Tring…. Pijar redup lampu biru, sayup-sayup suara
Terdengar nada pemberitahuan chat masuk di group alumni
Jakarta, Juni 2021… Cahaya mentari pagi menyingsing dan
Aku baru saja memarkirkan motor matic hitamku di
Apakah hanya kebahagiaan saja yang mestinya pantas untuk